Lulusan UKWMS Kembangkan SeniorCare, Teknologi yang Menjawab Isak Sunyi di Panti Jompo

SURABAYA, IDEA JATIM – Di tengah pertumbuhan jumlah lansia di Indonesia, banyak anak yang menginjak usia dewasa bertanya-tanya bagaimana memastikan orang tua mereka tetap mendapatkan perhatian dan perawatan layak, meski harus sibuk mengejar hidup di kota.

Di balik kesibukan karier dan tuntutan modern, banyak anak merasa bersalah karena tak selalu bisa mendampingi orang tua mereka di usia senja. Lebih tragis lagi, tak sedikit lansia yang merasa seperti “dibuang” saat tinggal di panti jompo.

-Advertisement-.


Berangkat dari keresahan itu, Stephanie Elizabeth Shirley, mahasiswi Program Digital Business Management Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), merancang sebuah prototipe aplikasi mobile bernama SeniorCare. 

Aplikasi tersebut tak hanya menjadi katalog digital layanan perawatan lansia, tapi juga jembatan emosional antara anak dan orang tua mereka.

“Kadang orang tua yang dititipkan di panti jompo merasa kesepian, merasa seperti ditinggalkan. Saya ingin meminimalkan perasaan itu lewat teknologi,” ujar Stephanie, Rabu (23/4/2025).

Bukan Sekadar Direktori, Tapi Pendamping Sehari-hari

SeniorCare bukan sekadar daftar panti jompo. Stephanie menjabarkan bahwa aplikasi yang ia kembangkan memungkinkan pengguna untuk mencari layanan senior living dan home care, melacak aktivitas harian lansia, membaca laporan kesehatan, hingga mengatur jadwal kunjungan.

“Ada fitur Activity Log, Daily Report, sampai Reminder. Bahkan ada data detak jantung, suhu tubuh, gula darah, tekanan darah, sampai oksigen,” sebutnya.

Fitur-fitur itu terhimpun dalam empat menu utama: Home, Monitor, Reminder, dan Profile. Di menu Monitor, anak bisa memantau perkembangan kondisi orang tuanya secara real time.

Di Reminder, baik anak maupun lansia bisa saling tahu jadwal kunjungan berikutnya. Bahkan ada menu Invoice untuk memudahkan pembayaran layanan perawatan.

Dikembangkan Saat Magang, Diuji oleh Lansia dan Anak

Stephanie menyusun proyek ini hanya dalam waktu tiga bulan, di tengah padatnya jadwal magang di BCA (Bank Central Asia). Ia adalah salah satu peserta yang lolos seleksi ketat BCA Future Talent, program early hiring untuk mahasiswa potensial.

“Saya ngerjain skripsi ini malam hari dan akhir pekan. Hari biasa saya magang dari jam 8 sampai 5 sore. Jujur, sempat kena mental juga,” terangnya.

Prototipe SeniorCare sempat diuji coba pada 13 responden, terdiri dari 8 anak dan 5 lansia. Hasilnya, respon cukup positif, terutama dari kalangan anak muda yang merasa sangat terbantu dengan fitur pengingat kunjungan dan informasi terintegrasi.

Prototipe, Belum Aplikasi

Meski sudah tampak fungsional, SeniorCare masih dalam bentuk mock-up interaktif, belum dikembangkan menjadi aplikasi sepenuhnya. Stephanie menyebut bahwa ke depan ia terbuka jika ada pihak yang ingin berkolaborasi dalam mengembangkan ide ini secara serius.

“Sekarang saya masih fokus kerja. Tapi kalau suatu saat ada yang mau bantu kembangkan aplikasinya, saya terbuka untuk itu,” tandasnya.

Memaknai Teknologi sebagai Jembatan Emosi

Inovasi aplikasi SeniorCare bukan sekadar teknologi. Lebih dari itu, ia adalah upaya untuk menjawab keresahan batin yang kerap tak terdengar, yaitu ketakutan orang tua untuk dilupakan, dan rasa bersalah anak yang tak sempat hadir.

Stephanie membuktikan bahwa teknologi digital bisa menjadi jembatan yang menghubungkan perasaan antar manusia. Lewat layar kecil di ponsel, ia merancang ruang temu bagi dua generasi yang sama-sama diam-diam saling merindukan. (*)

-Advertisement-.

IDJ