Surabaya Sesuaikan Jam Belajar Selama Ramadan, Siswa Dapat Tugas Bertema Religi

SURABAYA, IDEA JATIM – Surabaya bersiap menyambut bulan Ramadan. Jika hasil sidang isbat menunjukkan hilal telah terlihat, maka besok umat Islam di seluruh Indonesia mulai berpuasa. Suasana khas Ramadan pun mulai terasa, termasuk dalam dunia pendidikan. 

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah menyesuaikan durasi jam belajar serta merancang kegiatan bagi siswa agar tetap mendapatkan pembelajaran yang efektif dan bermakna.

-Advertisement-.


Jam Pelajaran Dikurangi Selama Ramadan

Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya menetapkan bahwa durasi satu jam pelajaran akan dipersingkat selama bulan Ramadan. Untuk jenjang SD, setiap jam pelajaran hanya berlangsung 25 menit, sedangkan SMP 30 menit. Kebijakan ini berlaku mulai 6 hingga 25 Maret 2025.

“Sekolah bisa mengatur jadwal belajar mereka sendiri, tetapi tetap mengikuti batas waktu yang telah ditentukan,” ujar Kepala Dispendik Surabaya, Yusuf Masruh, saat dikonfirmasi pada Jumat (28/2/2025).

Kebijakan ini didasarkan pada Surat Edaran Bersama (SEB) dari tiga kementerian: Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Menteri Agama, serta Menteri Dalam Negeri, yang mengatur pembelajaran selama Ramadan 1446 H.

Kegiatan Keagamaan Disesuaikan untuk Semua Siswa

Selain penyesuaian jam belajar, Dispendik juga mendorong sekolah mengadakan kegiatan keagamaan yang sesuai dengan keyakinan masing-masing siswa.

“Untuk siswa Muslim, bisa diisi dengan tadarus Alquran, pesantren kilat, kajian Islam, dan lomba seperti kaligrafi, ceramah, atau tahfidz,” jelas Yusuf.

Sementara itu, siswa non-Muslim juga dianjurkan mengikuti kegiatan bimbingan rohani sesuai agama mereka. Beberapa contoh kegiatannya antara lain membaca renungan Firman Tuhan, menonton kisah keagamaan Hindu seperti Mahabharata, atau melafalkan parita bagi siswa Buddha.

Tugas Bertema Religi Selama Libur Pra-Ramadan

Sebelum memasuki bulan puasa, siswa akan mendapatkan libur pada 28 Februari hingga 5 Maret 2025. Namun, selama masa libur ini, mereka tetap diberikan tugas bertema religi.

“Siswa Muslim bisa menulis ceramah atau cerita sosial religi, membuat desain kartu ucapan Ramadan, atau miniatur tempat ibadah dari bahan daur ulang,” kata Yusuf.

Tugas untuk siswa non-Muslim juga disesuaikan, misalnya menulis refleksi tentang pengorbanan Yesus dalam bentuk <>scrapbook, membaca kitab suci Shi bagi siswa Konghucu, atau membuat sarana sembahyang bagi siswa Hindu.

Membantu Siswa Menjalankan Ibadah dengan Lancar

Dispendik berharap kebijakan ini bisa membantu siswa menjalankan ibadah puasa dengan lebih baik tanpa mengorbankan proses pembelajaran.

Dengan penyesuaian ini, diharapkan sekolah tetap menjadi ruang belajar yang nyaman bagi semua siswa, sekaligus mendorong mereka untuk lebih mendalami nilai-nilai keagamaan sesuai keyakinan masing-masing. (*)

-Advertisement-.

IDJ