Dari Briket hingga Maggot: Keseruan Murid SD Cikal Belajar Pengelolaan Lingkungan di KBA Kampoeng Oase Ondomohen

SURABAYA, IDEA JATIM – Derai tawa dan sorak kegembiraan terdengar di antara gang-gang sempit jantung Kota Surabaya. Suasana penuh kegembiraan itu datang dari dua puluh murid SD Cikal Surabaya yang sedang berkunjung ke Kampung Berseri Astra (KBA) Kampoeng Oase Ondomohen.

Dengan wajah penuh rasa ingin tahu, para murid diajak berkeliling untuk melihat panel surya, mencetak briket arang bak bermain cetakan pasir, hingga berjingkat geli saat melihat maggot (larva lalat) pengurai sampah organik. Ternyata kunjungan mereka itu bukan sekadar tamasya, melainkan bagian dari pembelajaran tentang Renewable Energy Sources dan Sustainable City.

KBA Kampoeng Oase Ondomohen sendiri memang bukan kampung biasa. Bertahun-tahun, kawasan ini telah menjadi percontohan dalam praktik urban farming, pengelolaan lingkungan, dan penerapan energi terbarukan. Sebuah lokasi yang sempurna untuk memperkenalkan konsep energi terbarukan serta pengelolaan lingkungan berkelanjutan sejak dini.

-Advertisement-.


Ditemani empat guru pendamping, yakni Rizky Akbar Presadhana, Adistia Lazuardian, Ayunda Izzatul Iman dan Diah Dwi Widyaningrum sebagai guru PIC, anak-anak tampak antusias mengikuti berbagai aktivitas. 

“Seru, tapi aku nggak suka maggotnya! bikin geli,” ungkap Salsabila, salah satu siswa yang disambut gelak tawa teman-temannya.

Membuka Wawasan Tentang Kota Berkelanjutan

Menurut Rizky Akbar Presadhana, wali kelas 4 SD Cikal Surabaya, kunjungan ini memberikan pengalaman nyata bagi anak-anak tentang bagaimana sebuah komunitas bisa menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan mandiri energi.

“Kami baru menyadari bahwa ada kampung yang bisa menjadi influence bagi masyarakat. Tidak butuh usaha besar, tapi jika masyarakat bersatu, mereka bisa menciptakan kampung yang luar biasa seperti ini, dari mengolah energi hingga menjaga lingkungan,” jelas Dhana, Kamis (13/2/2025).

Ia juga menambahkan bahwa kegiatan ini memberikan wawasan baru kepada murid-muridnya, yang kebetulan saat ini juga sedang belajar tentang Renewable Energy (Energi Terbarukan) dan juga Sustainable City (Kota Berkelanjutan).

“Nah kebetulan dua-duanya ada di sini, dan selama pembelajaran anak-anak juga sangat antusias karena mereka bisa terjun dan mempraktikkan langsung apa yang mereka pelajari,” tuturnya.

“Contohnya, saat di kelas kemarin mereka bertanya, apa itu charcoal, apa itu coal? Nah, di sini mereka akhirnya melihat langsung bagaimana briket arang dibuat. Alhamdulillah, mereka dapat insight baru,” imbuh Dhana.

Lebih dari sekadar belajar energi terbarukan, anak-anak juga mendapat pelajaran tentang pentingnya pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Bahkan, beberapa murid sempat terkejut saat melihat air got di kampung ini tetap bersih dan bisa menjadi habitat ikan.

“Mereka tadinya pikir, di Indonesia nggak mungkin ada got yang bisa jadi tempat ikan hidup, seperti di Jepang. Setelah melihat langsung di sini, mereka sadar kalau itu mungkin saja terjadi,” ungkap Dhana.

Mengenalkan Konsep Sustainable City Sejak Dini

Sementara itu, Adistia Lazuardian, wali kelas 4 lainnya, menjelaskan bahwa kunjungan ini tidak hanya sebatas observasi, tetapi juga memberikan tugas kepada para siswa untuk mengisi modul yang berisi tiga tahapan pembelajaran utama.

“Yang pertama, anak-anak belajar tentang sumber energi terbarukan, seperti solar panel dan plastik yang bisa diolah menjadi minyak,” sebut guru yang akrab disapa Disti itu.

“Kedua, mereka memahami aksi nyata yang dilakukan oleh warga KBA Kampoeng Oase Ondomohen untuk mewujudkan sustainable city, seperti pengolahan sampah plastik menjadi sofa dan maggot farming,” sambungnya.

“Terakhir, mereka melakukan refleksi—apa yang bisa mereka lakukan setelah pulang dari sini,” papar Disti.

Sebagai tugas akhir, murid-murid juga akan membuat sketsa kota berkelanjutan versi mereka sendiri, berdasarkan apa yang telah dipelajari di Kampoeng Oase.

“Mereka akan mempresentasikan konsep safe city dan sustainable city versi mereka kepada teman-teman di sekolah. Harapannya, ilmu ini bisa terus berkembang dan siapa tahu, suatu hari nanti mereka bisa membangun ‘Kampoeng Oase’ lainnya di tempat mereka masing-masing,” jelas Disti.

Briket Arang, Jadi Primadona Murid-Murid

Dari berbagai aktivitas yang dilakukan, hampir semua murid sepakat bahwa membuat briket arang adalah pengalaman paling menarik.

“Aku suka semua kegiatannya, kecuali maggot,” ujar siswa kelas 4 bernama Aqila Wildan.

Namun, ketika ditanya apakah mereka ingin kembali ke Kampoeng Oase, jawaban mereka seragam: “Mau!”. Bahkan, beberapa dari mereka sudah mulai membayangkan destinasi edukasi selanjutnya.

“Nanti kita ke kampung robot, ya?” celetuk Renata Anindya Kusuma Wijaya yang disambut dengan tawa riang.

Kampung Robot yang dimaksud ialah Kampoeng Pintar Oase Tembok Gede, yakni kampung lain yang juga masuk kedalam grup Oase Surabaya yang juga dikenal sebagai kampung robot.

Kebanggaan Bagi Warga Kampung

Sementara anak-anak sibuk mengamati panel surya dan bercanda soal maggot, ada kebanggaan tersendiri bagi warga KBA Kampoeng Oase Ondomohen menerima kunjungan itu. Endang Sriwulansari, Ketua Kampung, menyebutkan bahwa ini kali pertama mereka mendapat tamu dari siswa SD yang begitu kritis dalam berpikir.

“Anak-anak ini luar biasa. Mereka banyak bertanya, sangat kritis, bahkan sampai enggan pulang karena asyik belajar disini sembari bermain,” ungkapnya dengan antusias.

Selama kunjungan, para siswa diajak melihat bagaimana sampah organik dikelola dengan maggot, sementara sampah plastik diolah menjadi bahan bakar dengan mesin pyrolisis. Salah satu momen paling menarik adalah sesi pengambilan ikan di kolam gendong (nama saluran air yang berisi ikan), membuat anak-anak bertanya-tanya tentang asal-usul airnya. 

“Kami ingin menanamkan sejak dini bahwa sampah itu bukan sesuatu yang menakutkan. Jika diolah dengan benar, justru bisa menjadi sumber manfaat,” harap Endang.

Adi Candra, Local Champion KBA Kampoeng Oase Ondomohen, juga mengapresiasi kunjungan ini. Ia melihat bahwa SD Cikal memilih kampung mereka sebagai destinasi outing class bukan tanpa alasan. 

“Artinya, mereka sudah mempelajari capaian kami dan melihat bahwa kampung ini layak menjadi referensi bagi sekolah-sekolah lain,” jelasnya.

Adi menjelaskan bahwa konsep circular economy di kampung ini bukan sekadar teori, tetapi sudah menjadi praktik nyata. Karena, semua inovasi di KBA Kampoeng Oase Ondomohen berkontribusi pada ekonomi lokal, menggerakkan UMKM, dan menciptakan ekosistem yang mandiri.

“Sampah organik diolah dengan maggot, maggotnya jadi pakan ikan, lalu ikannya dikonsumsi atau dijual. Tanaman-tanaman yang tumbuh pun mendukung ketahanan pangan warga,” katanya. 

Namun, ada satu tantangan menarik yang Adi sadari dari kunjungan ini: mayoritas siswa SD Cikal yang merupakan sekolah internasional, berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris dalam keseharian mereka. 

“Ini jadi PR bagi kami. Ke depan, kami ingin belajar bahasa Inggris agar bisa menyampaikan materi lebih optimal,” ujarnya sambil tersenyum.

Kunjungan hari itu berakhir dengan wajah-wajah ceria anak-anak yang masih enggan beranjak. Beberapa bahkan bercanda ingin kembali, “Mau curi lelenya!” kata mereka sambil tertawa. 

Di balik canda itu, tersimpan harapan bahwa kunjungan ini tidak hanya memberi wawasan baru bagi anak-anak, tetapi juga semakin mengukuhkan KBA Kampoeng Oase Ondomohen sebagai kampung percontohan yang menginspirasi banyak orang. (*)

-Advertisement-.

IDJ