MALANG, IDEA JATIM – Penggunaan pupuk organik cair dalam budidaya padi di Kabupaten Malang mulai menunjukkan hasil nyata. Panen yang dilakukan di Sumberngepoh, Kecamatan Lawang, merupakan bagian dari riset lapangan yang diinisiasi oleh Tim Pengembangan Sosial dan Rekayasa (PSR) bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Malang (UM).
Wakil Bupati Malang, Hj. Latifah Shohib, yang hadir dalam panen tersebut menilai bahwa pendekatan ini merupakan terobosan luar biasa.
“Ini adalah salah satu ikhtiar dari komunitas bersama akademisi untuk membantu masyarakat. Bahkan ketika hanya menggunakan 70 persen pupuk organik cair dan 30 persen kimia, hasilnya sudah sangat bagus,” ujarnya, Rabu 11/6/2025.
Menurutnya, pengurangan ketergantungan terhadap pupuk kimia bersubsidi akan berdampak positif secara ekonomi dan ekologi.
“Kalau kita bisa potong sampai 70 persen, berarti kebutuhan pupuk bersubsidi juga ikut berkurang. Masyarakat bisa merasakan langsung manfaatnya, apalagi jika mengonsumsi hasil panennya sendiri,” kata Latifah.
Terkait keluhan pemasaran hasil panen, Latifah menekankan pentingnya memperkuat jaringan lokal dengan melibatkan komunitas perempuan seperti PKK, Muslimat, Fatayat, dan Persit.
“Yang paling dekat dengan tempat produksi harus diprioritaskan. Apalagi pengguna beras itu kebanyakan perempuan. Mereka bisa jadi kunci distribusi. Kalau stok berlebih, barulah kita pikirkan pemasaran keluar daerah,” jelasnya.
Sementara itu, Eli Hendrik Sanjaya, koordinator Tim PSR sekaligus penggagas pupuk organik cair, menjelaskan bahwa lokasi demplot dipilih karena adanya mitra yang siap menyediakan lahan, SDM, dan komitmen untuk keberlanjutan.
“Di Sumberngepoh ini meski kemarau, masih bisa digunakan sebagai demplot sepanjang tahun. Kami uji tiga model: full kimia, kombinasi 30:70, dan full organik,” terang pakar kimia lulusan S3 di Jepang ini.
Hasil panen dari lahan sekitar 7.000 meter persegi menunjukkan bahwa perbedaan kuantitas tidak terlalu signifikan. Namun keunggulan pupuk organik cair terletak pada dampaknya terhadap tanah dan lingkungan.
“Kalau pakai pupuk kimia terus, tanah kehilangan kualitasnya. Padahal tanah punya mikroba alami. Pupuk organik cair menjaga keseimbangan itu,” imbuhnya.
Pupuk yang digunakan berasal dari limbah sayuran pasar yang diproses di Karangploso.
Bahan padatnya digunakan untuk tanaman selain padi, dan sebagian difermentasi menjadi eco-enzym dari limbah buah.
Panen ini menandai langkah awal menuju pertanian yang tidak hanya menguntungkan, tapi juga berkelanjutan.
Dengan pendekatan ini, sinergi antara Pemkab Malang, akademisi dan petani lokal membuktikan, bahwa inovasi bisa tumbuh dari sawah, dan berbuah manfaat bagi lingkungan dan generasi mendatang. (*)