JOMBANG, IDEA JATIM – Pelaksanaan pendidikan di hari pertama masuk ajaran baru 2025-2026 menjadi momen istimewa bagi peserta Sekolah Rakyat (SR) yang baru saja bergulir. Namun berbanding terbalik, keprihatinan dialami oleh siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri Jabon, Kecamatan Jombang.
Kondisi menyayat hati dialami oleh beberapa orang siswa SDN Jabon 2, Desa Jabon, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang. Di saat siswa yang lainnya penuh riang gembira mengawali hari pertama masuk sekolah usai libur, mereka justru harus rela berbagi kelas belajar di ruang tamu kepala sekolah (kepsek).
Pilihan belajar di ruang tamu Kepsek itu bukan tanpa alasan. Bangunan rusak parah menjadi penyebabnya. Walaupun demikian, siswa tampak masih antusias untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM).
Kepala SDN Jabon 2, Wiji Utami mengatakan, kondisi bangunan yang mengalami kerusakan pada atap plafon membahayakan keselamatan siswa dan tenaga pengajar. Beberapa ruang tidak bisa digunakan. Karena itu, KBM dialihkan ke ruangan darurat.
“Kelas 1 dan 2 terpaksa digabung. Sedangkan kelas 3 belajar di ruang tamu kantor kepala sekolah. Sedangkan kelas 4 hingga 6 menempati ruang kelas yang tersisa,” ucap Wiji Utami kepada wartawan, Senin (14/7/2025) kemarin.
Wiji Utami menyebut, kondisi bangunan rusak diduga jadi salah satu penyebab jumlah siswa pada Sistem Penerimaan Siswa Baru (SPMB) hanya memperoleh 4 siswa baru. Sehingga total siswa sebanyak 43 orang dari kelas 1 sampai kelas 6.
“Total sekarang ada empat siswa baru. Sebelumnya hanya dua, karena formulir dua siswa lain dikembalikan dan mereka akhirnya resmi mendaftar,” ungkap Wiji Utami.
Situasi ini kontras dengan renovasi gedung Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Mojoagung, di Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang.
Gedung SKB Mojoagung sendiri tengah menjalani renovasi dan menjadi satu di antara 65 titik lokasi di 24 Provinsi di Indonesia. Anggaran dialokasikan mencapai Rp322.399.800.000 termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen.
Renovasi Gedung SKB Mojoagung dikerjakan oleh konsorsium NINDYA-ADHI KSO bersama pengawas proyek dari Yodya-Virama KSO. Lama pengerjaan 60 hari kalender, dari tanggal 10 Mei 2025 sampai dengan 8 Juli 2025.
Menurut Komang Arya, selaku pengawas Humas K3 (HSE) dalam proyek ini, menyatakan, infrastruktur untuk mendukung Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sudah hampir selesai dan siap untuk digunakan.
Terdapat 16 jenis fasilitas utama penunjang KBM dengan konsep asrama ini. Di antaranya asrama putra-putri, laboratorium IPA dan komputer, dapur, ruang makan, toilet khusus, area jemur pakaian, menara tandon air, hingga lahan parkir.
“Semua dirancang untuk menjamin kenyamanan dan kelancaran proses belajar. Dan semua renovasi sudah selesai, hari ini tinggal dibersihkan dan dipel saja lantai-lantainya,” ucap Komang Arya dalam pesan diterima wartawan, Rabu (9/7/2025) lalu.
Sekolah ini membuka 100 kursi bagi siswa kurang mampu, dengan komposisi 50 siswa jenjang SMP dan 50 siswa SMA. Seluruh pendaftaran dilakukan melalui seleksi ketat berdasarkan data desil kemiskinan nasional.
Ditambah, SR ini sendiri resmi diserah kelolakan kepada Kemensos RI sejak 10 Juli 2025. Termasuk dalam pengalihan ini adalah seluruh aset, guru, serta tenaga kependidikan.
Fenomena kesenjangan antara sekolah negeri yang terbengkalai dan sekolah unggulan yang digarap megah ini mengundang sorotan dari kalangan akademisi.
Najihul Huda, dosen Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, menunjukkan keprihatinan terhadap kondisi sejumlah SD Negeri di Jombang yang semakin terpuruk, baik dari segi infrastruktur maupun jumlah pendaftar.
“Salah satunya SDN Jabon 2. Bangunan rusak, ruang kelas tidak aman, dan proposal perbaikan hanya disetujui sebagian. Ini mencerminkan lemahnya keberpihakan terhadap pendidikan dasar,” ucapnya kepada wartawan, Senin (14/7/2025).
Menurut Huda, pembangunan SR patut diapresiasi bila dijalankan dengan rencana yang matang. Namun, dalam kondisi anggaran yang terbatas, pemerintah seharusnya menempatkan pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan sebagai prioritas utama.
Pasalnya, sekolah-sekolah negeri ini sudah lama menjadi tulang punggung pendidikan daerah. Mengabaikan mereka berarti menelantarkan sejarah dan masa depan pendidikan Jombang.
“Keadilan dan pemerataan dalam pembangunan pendidikan penting dikedepankan,” bebernya.
Ia mendorong pemerintah daerah agar lebih bijak menetapkan prioritas, bukan sekadar mengejar proyek simbolik. Keberpihakan pada pendidikan tak cukup ditunjukkan lewat program baru.
“Yang lebih penting adalah memastikan semua sekolah layak digunakan, guru-gurunya didukung, dan murid-murid bisa belajar dalam lingkungan yang aman dan nyaman,” pungkasnya. (**)