KOTA MALANG, IDEA JATIM – Universitas Islam Negeri (UIN) Malik Ibrahim memiliki lahan 100 hektar di kampus III. Dimana sesuai Amdal 30 persennya harus merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dapat sebagai parameter UI Greenmetric. Sejauh man a UIN Maliki mengelola hutan kampus ini hingga masuk dijajaran UI Greenmetric ? Berikut ini jawabannya.
Dipaparkan oleh Fitri Harianto (Cak Ndan) selaku pendiri Alamku Hijau, RTH tersebut yang dinamai Maliki Biodiversity Forest, bahwa dirinya sudah dua tahun ini mengelola hutan kampus UIN Maliki.
-Advertisement-.
Bersama warga sekitar ia membentuk Bantuan Sosial Komunikasi Masyarakat (Baskomas) yang bergerak menjaga lingkungan. Bahkan lewat komunitas gerakan kesadaran alamku hijau, yang melibatkan TNI dan Polri membantu reboisasi hutan kampus ini.
“Tapi sayang dari pihak UIN Maliki sendiri seakan tak mau tahu dan terkesan lepas tanggung jawab,” ungkap Cak Ndan.
Padahal ia telah berupaya maksimal menghijaukan kembali kawasan ini dengan merajut seluruh komandan TNI Polri. Hingga dipanggil Cak Ndan – Cacak è Komandan. Lebih dari itu ia juga telah sukses menanam 800 tanaman bersama dengan berbagai kesatuan.Â
“Saya ikut terpanggil membuat hijau kembali Maliki Biodiversity Forest karena di sini merupakan kawasan sumber mata air,” ucap Cak Ndan.
Di kawasan ini terdapat dua mata air besar, dan ada lima mata air kecil. Mata air ini menjadi tumpuan kebutuhan air bersih dari dua wilayah pemerintahan sekaligus, yakni Kota Batu dan Kabupaten Malang.
Mata air Kemaduan yang memenuhi kebutuhan air untuk warga empat dusun di Junrejo Batu. Sedangkan mata air Kokopan memenuhi kebutuhan air bersih untuk warga Kabupaten Malang di wilayah Kecamatan Dau.
“Saya perkirakan 500 sampai satu juta warga menggantungkan kebutuhan air bersih dari kawasan ini,” ujar Cak Ndan.
Maka ia berupaya mati-matian untuk menjaga keberadaan flora kawasan ini. Dengan dukungan lembaga swadaya masyarakat, berbagai kebutuhan menjaga ekosistem tersebut untuk sementara dapat tertutupi.Â
Padahal selama berjalan dua tahun mengelola hutan kampus UIN ini, dirinya mengaku tiap minggu merogoh kocek Rp 3 juta untuk menggaji enam pekerja. Belum lagi pembelian material bahan baku untuk penataan utilitas, juga pengadaan bibit, pupuk, obat-obatan pertanian. Serta semua sarana pertanian.
“Biaya pengadaan bibit saja menelan dana Rp 200 juta,” tukasnya.
Cak Ndan sebelumnya telah berupaya mengomunikasikan dengan pihak UIN Maliki sebagai pemilik lahan serta Pemkot Batu sebagai pemangku kepentingan. Sayang hasilnya nihil.Â
“Tapi mengapa ketika ada pejabat yang berkunjung ke sini, mereka mengklaim itu jerih payah sendiri ?” ujarnya kesal. (0)