SURABAYA, IDEA JATIM – Menanamkan nilai empati dan toleransi sejak dini adalah investasi jangka panjang bagi generasi mendatang. Anak-anak yang tumbuh dengan kesadaran sosial akan lebih menghargai perbedaan, memahami kondisi sesama, dan membangun masyarakat yang lebih inklusif.
Kesadaran ini bukan hanya sekadar teori yang diajarkan di dalam kelas, tetapi perlu diwujudkan dalam pengalaman nyata. Salah satu contohnya adalah kegiatan Bakti Sosial yang rutin diadakan oleh TPA-KB-TK Labschool UNESA 1.
Tahun ini, TPA-KB-TK Labschool UNESA 1 menggandeng Sekolah Luar Biasa (SLB) A Yayasan Pendiidikan Anak Buta (YPAB) Surabaya, Tegal Sari, yang merupakan sekolah untuk anak-anak tunanetra.
“Kami ingin sejak kecil anak-anak kami bisa memahami bahwa dunia ini luas dan beragam. Dengan berinteraksi langsung, mereka belajar menghargai dan tidak memandang rendah orang lain,” ujar Erna Wahyu Utami, Kepala Sekolah Labschool UNESA 1, Selasa (25/3/2025).
Puncak Kegiatan Pondok Keagamaan
Bakti sosial ini merupakan puncak dari rangkaian kegiatan keagamaan yang diadakan selama Ramadan. Setiap tahun, Labschool mengadakan Pondok Ramadan untuk siswa muslim, Pondok Kasih untuk siswa Kristen dan Katolik, serta Pondok Dharma bagi siswa Hindu.
Di masing-masing program, anak-anak belajar lebih dalam tentang agama mereka, seperti latihan sholat Idul Fitri di Masjid Al-Akbar, kunjungan ke gereja untuk memahami tata cara ibadah dan membersihkan rumah ibadah, serta edukasi tentang struktur dan tata cara beribadah di Pura.
Namun, nilai yang ingin ditanamkan tidak hanya sebatas pemahaman agama, tetapi juga bagaimana berbuat baik kepada sesama. Oleh karena itu, kegiatan bakti sosial ini menjadi momen penting untuk mengajarkan kepedulian secara nyata.
Belajar dari Anak-Anak Istimewa
Tahun ini, Labschool UNESA 1 memilih bekerja sama dengan SLB A YPAB Surabaya, yang merupakan sekolah bagi anak-anak tunanetra. Sebelumnya, mereka juga pernah mengundang anak-anak dari YPKAI (Yayasan Peduli Kanker Anak Indonesia), YPAC (Yayasan Pembinaan Anak Cacat), serta anak-anak dengan Down Syndrome, Autisme, dan Tuna Daksa.
“Kami ingin anak-anak kami melihat bahwa meskipun ada keterbatasan, mereka (anak-anak berkebutuhan khusus) tetap bisa berprestasi dan memiliki semangat tinggi. Ini juga bisa jadi motivasi bagi mereka sendiri,” tambah Erna.
Bagi anak-anak TK yang masih dalam tahap belajar dengan cara melihat dan mengalami langsung, pendekatan seperti ini sangat efektif. Dengan bertemu langsung dengan teman-teman tunanetra, mereka dapat memahami kondisi yang berbeda dan belajar untuk tidak membeda-bedakan.
Bakti Sosial yang Berbeda
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang menghadirkan pentas seni atau permainan interaktif, tahun ini kegiatan disesuaikan dengan kondisi anak-anak tunanetra. Kegiatan lebih banyak berbasis pendengaran, seperti icebreaking sederhana menggunakan tepuk tangan dan instruksi suara.
“Kami menyesuaikan agar mereka tetap nyaman. Kalau tahun lalu ada pentas dan gerakan bersama, kali ini lebih banyak aktivitas berbasis pendengaran, agar semua bisa menikmati,” jelas Erna.
- Sembako
- Bingkisan Hari Raya
- Uang santunan dari Sekolah dan Komite
- Parsel dan snack
Bantuan ini berasal dari sumbangan orang tua siswa, baik secara kolektif maupun individu.
Menanamkan Nilai Anti-Bullying Sejak Dini
Salah satu harapan besar dari kegiatan ini adalah mencegah bullying sejak dini. Menurut Erna, banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang terpaksa pindah dari sekolah inklusi ke SLB karena mengalami perundungan dari teman-temannya.
“Kami ingin anak-anak ini tumbuh dengan kesadaran bahwa setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Dengan menanamkan empati, bullying bisa dicegah sejak dini,” tegasnya.
Melalui interaksi langsung dengan anak-anak tunanetra, siswa Labschool belajar untuk memahami bahwa keberagaman adalah hal yang wajar. Mereka diharapkan tumbuh menjadi individu yang lebih peduli, menghargai orang lain, dan siap membangun lingkungan yang lebih ramah untuk semua.
Pengalaman Berharga bagi Kedua Sekolah
Kegiatan bakti sosial yang digelar oleh Labschool UNESA 1 tidak hanya menjadi momen berbagi bagi siswa-siswi TK, tetapi juga memberikan dampak yang luas bagi para peserta dari SLB A YPAB Surabaya. Kehadiran anak-anak tunanetra dalam acara ini menjadi pengalaman berharga bagi kedua belah pihak.
Kepala sekolah Octavia Eka Kusuma Nintias, atau yang akrab disapa Bu Vivi, mengungkapkan rasa syukurnya atas undangan dari Labschool UNESA.
“Kami sangat bersyukur diundang dalam kegiatan ini. Kegiatan seperti ini sangat bermanfaat, terutama bagi siswa-siswa kami yang berasal dari keluarga kurang mampu,” ujar Bu Vivi.
Dalam kesempatan ini, 10 siswa tunanetra diikutsertakan dalam bakti sosial. Pemilihannya didasarkan pada kondisi ekonomi mereka, sehingga bantuan yang diberikan bisa lebih tepat sasaran. Kehadiran mereka juga didampingi oleh beberapa orang tua, meskipun ada siswa yang harus didampingi khusus karena masih memerlukan bantuan dalam komunikasi dan mobilitas.
SLB A YPAB sendiri awalnya hanya menangani anak-anak tunanetra, tetapi kini juga menerima siswa dengan autisme dan tuna daksa. Saat ini, total siswa aktif di sekolah tersebut mencapai 34 orang.
“Harapan kami, kegiatan seperti ini bisa terus berjalan dan semakin bermanfaat, baik bagi anak-anak kami maupun bagi Labschool sendiri,” tambah Bu Vivi.
Dukungan Komite TPA-KB-TK Labschool UNESA
Peran Komite TK Labschool UNESA 1 sangat besar dalam kelancaran acara bakti sosial ini. Ketua Komite, Febriana Nursa Indah Sari, atau yang dikenal dengan Vhei, menjelaskan bahwa komite sekolah berperan dalam menyediakan dukungan dana serta mengoordinasikan donasi dari para wali murid.
“Hari ini kami berperan dalam mendukung semua kegiatan sekolah, termasuk bakti sosial ini. Kami ingin menanamkan nilai kepedulian kepada anak-anak sejak dini,” ujarnya.
“Kami ingin anak-anak di Labschool memahami bahwa di luar sana ada teman-teman yang hidup dalam keterbatasan, dan kita harus lebih bersyukur serta peduli terhadap sesama,” imbuh Vhei.
Selain kegiatan bakti sosial, Komite TK Labschool juga aktif dalam berbagai kegiatan lainnya, seperti pengenalan alam, cooking class, serta kegiatan edukatif dan sosial lainnya. Namun, khusus di bulan Ramadan, fokus utama mereka adalah memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk belajar berbagi dan berempati kepada mereka yang kurang beruntung.
“Kami berharap nantinya, kegiatan seperti ini bisa semakin berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas, baik bagi anak-anak Labschool maupun bagi mereka yang membutuhkan,” pungkas Vhei. (*)