Puluhan SD Negeri di Trenggalek Krisis Murid Baru, Disdikpora: Ini Hak Anak, Kami Tetap Jalankan Pembelajaran

TRENGGALEK, IDEA JATIM – Fenomena krisis peserta didik baru kembali menghantui sejumlah Sekolah Dasar (SD) negeri di Kabupaten Trenggalek pada tahun ajaran 2025/2026.

Berdasarkan data resmi dari laman SPMB Kabupaten Trenggalek, hingga penutupan pendaftaran, tercatat ada 21 SD negeri yang hanya menerima kurang dari tiga siswa baru. Bahkan, satu sekolah sama sekali tidak menerima pendaftar.

Salah satu kasus paling memprihatinkan terjadi di SDN 3 Sumurup, Kecamatan Bendungan, yang tidak mendapatkan murid baru sama sekali.

Beberapa sekolah lain juga mengalami hal serupa, seperti SDN 1 Kendalrejo (Durenan), SDN 1 Gembleb (Pogalan), dan SDN 3 Manggis (Panggul) yang masing-masing hanya memperoleh satu siswa.

Sementara sembilan sekolah seperti SDN 2 Jambu dan SDN 1 Dukuh hanya mendapatkan dua murid. Sisanya, delapan SD negeri menerima tiga pendaftar.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Trenggalek, Agoes Setiyono, mengakui kondisi ini. Ia menjelaskan bahwa penurunan jumlah murid baru tidak bisa dilepaskan dari berkurangnya jumlah lulusan Taman Kanak-kanak (TK) di beberapa wilayah.

“Memang ada beberapa sekolah yang jumlah siswanya menurun di tahun ini. Salah satu penyebabnya karena potensi calon siswa juga berkurang. Ada TK yang hanya meluluskan tiga anak. Dari tiga itu, hanya satu yang masuk ke SD terdekat, sisanya ke sekolah lain,” ujar Agoes, Rabu (16/7/2025).

Meski hanya memiliki satu murid baru, seperti di SDN 1 Kendalrejo, Agoes memastikan proses pembelajaran tetap dijalankan.

“Kegiatan pembelajaran harus tetap berjalan. Meskipun hanya satu siswa, itu adalah hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas. Apalagi di sekolah-sekolah itu masih ada kakak kelasnya dari kelas 2 sampai kelas 6,” imbuhnya.

Agoes menambahkan, pihaknya tetap melakukan evaluasi terkait keberlanjutan sekolah-sekolah yang mengalami kekurangan murid tersebut. Salah satu fokus evaluasi adalah penataan guru, terutama jika guru di sekolah tersebut mulai kehilangan jam mengajarnya.

“Kalau sampai ada guru yang kekurangan jam mengajar, kami akan lakukan penataan agar mereka tetap punya jam. Ini bagian dari upaya menjaga kualitas pendidikan,” katanya.

Kondisi geografis Trenggalek yang cukup menantang juga disebut menjadi faktor penyebab penurunan murid. Beberapa wilayah memiliki jarak antar permukiman dan sekolah yang cukup jauh serta medan jalan yang sulit, seperti di wilayah Kecamatan Bendungan.

“Contohnya SDN Sumurup. Di sana ada relokasi permukiman, sehingga warga memilih sekolah yang lebih dekat dengan tempat tinggal baru. Kalau tetap dipaksakan sekolah di lokasi lama, jaraknya terlalu jauh dan menyulitkan,” terang Agoes.

Terkait kemungkinan penggabungan (regrouping) sekolah, Agoes menyatakan bahwa kebijakan tersebut masih menjadi bahan pertimbangan ke depan. Pasalnya, tujuan utama adalah mendekatkan pelayanan pendidikan ke masyarakat.

“Dulu ada kebijakan tidak akan regrouping untuk mendekatkan pelayanan. Tapi jika jumlah murid terus menurun drastis, tentu harus jadi bahan evaluasi. Namun, kami tetap memperhatikan kondisi geografis. Jangan sampai malah memperjauh akses siswa ke sekolah,” jelasnya.

Agoes juga menyoroti munculnya kompetisi antara sekolah negeri dan swasta, terutama dalam hal pelayanan. Ia mengakui bahwa beberapa sekolah swasta kini menawarkan layanan lebih, seperti program jemput antar siswa, yang menjadi daya tarik tersendiri bagi orang tua.

“Sekolah swasta banyak yang bagus sekarang. Sekolah negeri juga berusaha mengimbangi, terutama dalam pelayanan. Layanan tambahan seperti antar jemput memang menjadi faktor yang dipertimbangkan oleh orang tua,” pungkasnya. (*)