Raih Rekor MURI, ISTTS Ciptakan 1,5 Juta Cerita Humor Menggunakan AI

SURABAYA, IDEA JATIM — Banyak orang membayangkan kecerdasan buatan atau <>artificial intelligence (AI) sebagai sesuatu yang serius, teknis, bahkan sesuatu yang mengancam. Tapi bagaimana jika AI justru digunakan untuk membuat orang tertawa?

Itulah yang dilakukan Lukman Zaman, dosen Institut Sains dan Teknologi Terpadu Surabaya (ISTTS), yang berhasil mencatatkan namanya di Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) setelah menciptakan lebih dari 1,5 juta cerita humor menggunakan AI hanya dalam waktu tiga bulan.

Lukman memanfaatkan pemrograman lanjutan dan <>prompt yang ia rancang sendiri untuk menciptakan sistem yang mampu menghasilkan cerita-cerita lucu secara otomatis. Setiap cerita disusun dengan logika yang unik, berisi <>punchline, dan beberapa di antaranya dilengkapi ilustrasi gambar.

“Saya kembangkan sistem <>prompt kompleks dengan ribuan pasangan kata dan kaidah penulisan humor yang saya <>fine-tune selama setahun penuh,” ujar Lukman, Selasa (6/5/2025).

“Dan saat didaftarkan ke MURI masih 1 juta jumlahnya, sekarang sudah menyentuh 1,5 juta cerita,” imbuhnya.

Dirinya bahkan mengklaim bahwa jika cerita itu dibaca satu per satu selama tiga menit tanpa henti, keseluruhan karya tersebut akan memakan waktu lebih dari 5 tahun untuk dituntaskan. 

Mengapa Humor?

Menurut Lukman, genre humor dipilih karena bersifat ringan dan mudah diterima oleh berbagai kalangan. Humor juga membuat komunikasi dengan teknologi terasa lebih manusiawi.

“Humor itu saya pilih karena paling mudah dikomunikasikan. Bahkan ada juga ceritanya yang bergambar,” jelasnya.

Meski dirinya sempat kesulitan akibat beberapa AI dirasa masih bersifat terlalu dingin dan aksesnya terbatas, namun setelah meminta bantuan rekan dosen dan pihak kampus untuk mengakses AI yang berbayar, akhirnya 1 juta lebih cerita humor itu berhasil tercapai.

Pengakuan sebagai Kampus AI

Rekor tersebut menjadi kebanggaan tersendiri bagi ISTTS yang mendeklarasikan diri sebagai “Kampus AI.” Rektor ISTTS, Arya Tandy Hermawan, menyebut karya itu sebagai bukti bahwa AI bukan hanya alat teknis, melainkan sarana kreatif yang mampu menghasilkan karya seni bernilai tinggi.

“Ternyata antara seni dan teknologi itu bisa digabungkan dan menghasilkan satu karya yang luar biasa. Itu yang Pak Lukman buktikan,” ujar Arya.

Kurikulum AI dan Visi Masa Depan

ISTTS sendiri saat ini sudah memiliki dua profesor AI. Yakni Prof. Joan Santoso dan Prof. Esther Irawati. Sementara itu, pihak kampus sendiri kini tengah mempersiapkan program doktoral (S3) untuk bidang tersebut.

“Jadi bukan hanya tentang informatika, melainkan seni, bisnis, dan bidang lainnya, para mahasiswa juga perlu dibekali pengetahuan tentang AI,” tambah Arya.

Pencapaian dari ISTTS itu menunjukkan bahwa AI dapat dimanfaatkan dalam banyak bidang. Mulai dari seni, komunikasi, hingga administrasi dan kesehatan. Kampus berharap mahasiswa tak hanya jadi pengguna, tapi juga kreator dan pengembang teknologi. (*)