NGANJUK, IDEA JATIM – Pertunjukan wayang kulit dimainkan di Dusun Barik Desa Betet, Kecamatan Ngronggot, Nganjuk. Seperti diprediksi sebelumnya, warga membludak menonton pertunjukan ini.
Pertunjukan wayang kulit disiapkan di panggung utama di lapangan Desa Betet, Sabtu (2/8/2025) pukul 20.30 waktu setempat. Warga Desa Betet dan luar desa langsung duduk memenuhi seluruh kursi panjang yang disediakan.
-Advertisement-.
Di barisan depan tampak duduk tamu undangan, mulai dari pejabat dan beberapa kepala desa (Kades) dan juga tuan rumah H.Supriyadi yang didampingi istrinya.
Para penonton yang tak kebagian tempat duduk berdiri di bagian belakang. Ada juga yang duduk melantai di depan panggung beralaskan rumput. Tua dan muda semua membaur tak sabar menyaksikan pertunjukan wayang kulit yang akan dibawakan oleh Ki Anom Dwijo Kangko dari Karanganyar Jawa Tengah.
“Lewat lakon ini dia menggambarkan bahwa ‘Wahyu Katentreman’ ini mengajarkan nilai luhur, bahwa kedamaian bukan datang dari kekuasaan atau harta, tetapi dari hati yang bersih dan ikhlas menerima takdir Tuhan,” kata Ki Anom Dwijo Kangko yang menjadi langganan di Nganjuk, Sabtu (2/8/2025) malam
Pertunjukan wayang kulit pun dimulai sekitar pukul 21.00 waktu setempat. Suara dalang Ki Anom terdengar bersemangat memainkan lakon, padu dengan suara sinden dan musik gamelan yang mengiringi.
Semua penonton seakan tersihir, terpaku menyaksikan pertunjukan. Mereka bisa mengikuti jalannya cerita dengan baik
Sinden dan musik gamelan yang mengiringi Ki Anom bukan sembarangan. Mereka dari ‘Gamelan Group’ yang merupakan kelompok muda-mudi yang terlatih. Mereka matang mempersiapkan pertunjukan ini dengan latihan rutin dan tidak mengecewahkan
Dalam lakon ini, diceritakan bahwa para ksatria dan tokoh pewayangan harus melalui berbagai ujian berat untuk mendapatkan wahyu tersebut. Bukan kekuatan fisik yang menjadi penentu, melainkan keteguhan hati, kesabaran, dan keikhlasan dalam menjalani hidup. Siapa yang mampu menjaga keseimbangan antara hawa nafsu dan akal budinya, dialah yang berhak menerima wahyu katentreman.
“Lakon ini mengajarkan nilai luhur, bahwa kedamaian bukan datang dari kekuasaan atau harta, tetapi dari hati yang bersih dan ikhlas menerima takdir Tuhan,” ujar Ki Anom Dwijo Kangko.
Penampilan dalang Ki Anom Dwijo Kangko diganjar tepuk tangan meriah usai memainkan lakon wahyu katentreman. Semua tampak puas menyaksikan lakon ini hingga akhir. Ditanya soal sukses penampilannya memukau, dalang Dwijo Kangko justru merendah.
“Siapapun yang memainkan wayangnya, tidak harus saya, saya kira pasti hasilnya akan sama,” ucap pria asal Karanganyar ini.
H. Supriadi, yang juga tuan rumah saat ditemui awak media, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk rasa syukur atas berdirinya musala yang telah menjadi pusat kegiatan ibadah dan sosial masyarakat selama dua tahun terakhir.
“Alhamdulillah, kami bisa berbagi dengan warga kurang mampu. Semoga kegiatan ini bermanfaat dan membawa berkah untuk semua,” ujarnya.
Pagelaran wayang dengan lakon “Wahyu Katentreman” sering dipilih karena selaras dengan nilai budaya Jawa yang menjunjung harmoni, keselarasan hidup, dan pengendalian diri. Nilai-nilai tersebut relevan untuk diterapkan di era modern, ketika banyak orang mengejar ambisi duniawi hingga lupa arti ketentraman batin. (**)